- 29/09/2010
- Posted by: operator
- Category: Supply Chain Management, Logistic, Distributorsip Management
Banyak cara yang dapat digunakan oleh berbagai principal dalam mengkampanyekan dan mendistribusikan produknya hingga meraih target yang diinginkan. Namun banyak sekali kegagalan yang harus ditanggung oleh principal setelah melaksanakan kegiatan distribusi dan promosi. Mengetahui hal ini sebelum melakukan kegiatannya, principal dituntut untuk mengkaji ulang strategi berpromosi dan berdistribusi. Seperti yang telah diketahui pada produk konsumsi intinya dikenal dua cara dalam melakukan promosi. Yang pertama adalah melakukan dengan cara above the line, yang umumnya dilakukan melalui iklan telivisi, media cetak atau melalui radio. Kedua adalah melakukan dengan cara below the line yang dilaksanakan dengan selain cara di atas dengan biaya sedikit hemat, misalnya membagi sampling, demo produk pada kegiatan sosial, program garansi, hadiah langsung, pemberian diskon atau dengan cara-cara lain seperti mengedukasi penggunaan produk pada konsumen.
Kegiatan promosi tidak saja untuk produk baru, produk dengan brand kuat dan fast moving-pun akan selalu dipromosikan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu ada dua fenomena unik dalam kegiatan promosi di dua lini ini, yakni mempromosikan produk baru dan promosi produk yang sudah mapan untuk menciptakan brand awareness konsumen. Produk baru cenderung dipromosikan lewat cara above the line dan produk ber-brand kuat dengan cara below the line atau sebaliknya produk baru menggunakan below the line dan produk memiliki brand kuat dengan above the line.
Namun persoalannya tidak demikian halnya bila dilihat pada sudut pandang praktek dilapangan. Promosi dan distribusi yang telah diatur dengan cermat tidak sesuai lagi dengan target penjualan yang diinginkan. Misalnya saja kejadian setelah pendistribusian, produk laku tidak dapat diserap oleh konsumen secara merata di suatu area secara keseluruhan. Sementara itu di lain area produk ternyata penjualannya laris manis. Begitu pula dengan produk yang baru saja di-lounching akan mengalami bahwa produk bisa diterima di suatu area sementara itu di area lain tidak. Jadi, terbukti dalam pendistribusian yang sama-sama merata ternyata selling out suatu produk tidak dapat diharapkan sama dengan area yang lain meskipun menggunakan pola promosi yang sama.
Pertanyaan yang sering timbul adalah bagaimana perusahaan dapat meningkatkan selling out suatu produk, khususnya produk baru untuk tujuan mencapai target penjualan yang diinginkan melalui lini promosi dan distribusi?
Ada tiga cara promosi dan distribusi yang dapat dilakukan dalam memacu penjualan produk baru dan produk sudah mapan agar sasaran yang diinginkan bisa tercapai. Pertama, mendistribusikan produk terlebih dahulu menggunakan kunci SCP (Spreading, coverage & penetration) kemudian menayangkan iklannya di telivisi. Aktivitas selama mendistribusikan produk bisa dengan menjual produk melalui produk driver jika telah ada produk driver dan menjual secara konsinyasi jika tak ada produk driver. Melakukan penjualan melalui aktivitas market blitz dengan cara mengundi setiap kupon, diskon progresif atau display contes, ataupun menjual melalui saluran distribusi grass root ( R2 = warung , R3 = rombong/gerobak) dan saluran distribusi grosir, semi grosir dan modern market ( supermarket, minimarket dan hypermarket) dengan memaksimalkan spreading, coverage dan penetration pada area distribusi. Kedua, sebelum produk diluncurkan menayangkan iklan terlebih dahulu setelah itu baru melakukan distribusi. Aktivitas selama distribusi tergantung pada kegiatan iklan dan disesuaikan dengan tayangan iklan lokal bila iklan itu hanya bisa direspon secara lokal oleh konsumen, misalnya iklan melalui radio yang tak dapat didengar secara nasional oleh audience-nya. Ketiga, melakukan distribusi bersamaan dengan tayangan iklan. Serta melakukan aktivitas distribusi sesuai dengan poin yang pertama.
Untuk ketiga pilihan tersebut ada kelebihan dan kekurangannya. Pada poin yang pertama kelebihannya jika produk telah tersebar sampai ke cerut-ceruk outlet yang paling dalam pada area distribusi tetapi kurang diminati maka akan sangat dibutuhkan sekali iklan sebagai pengingat terhadap brand produkyang telah didistribusikan. Alasannya jika iklan mengena pada konsumen sesuai need, want and expectation maka produk akan segera didapat di setiap outlet. Kelemahannya jika produk sama sekali tak berkenan di hati konsumen baik meliputi need, want and expectation setelah tayangan iklan maka principal akan sangat terbebani oleh biaya yang begitu besar untuk kegiatan promosi.
Pada poin yang kedua keunggulannya, jika iklan mengena di hati konsumen sesuai need, want and expectation maka produk akan segera dicari oleh konsumen. Kelemahannya, karena produk belum terdistribusi dengan baik maka perusahaan akan kehilangan kesempatan menjual kepada konsumen jika kondisinya iklan sangat mempengarui keinginan konsumen untuk membeli.
Ketiga, cara ini akan memiliki keunggulan sebab dengan didistribusikannya produk sesegera mungkin sesuai kunci SCP (spreading, coverage & penetration) dan iklan juga ditayangkan maka kesempatan konsumen untuk mendapatkan barang akan lebih mudah. Kelemahannya kecepatan iklan telivisi misalnya tidak akan terkejar oleh kebutuhan produk bagi konsumen yang telah terpengaruh oleh iklan, terutama bagi konsumen yang berada di area yang sulit mendapat supplai produk. Sedangkan kelemahan untuk poin ke satu sampai ke tiga adalah bagi principal yang tak mampu berpromosi baik secara above the line maupun secara below the line akan sangat memberatkan sehingga memperlemah keunggulan bersaing produk.
Jalan satu-satunya untuk principal yang tak memiliki modal besar untuk promosi dan distribusi adalah melakukan dengan cara Gimmicks. Gimmicks merupakan strategi pemasaran gerilya yang dianjurkan oleh Jay Conrad Levinson, seorang ahli pemasaran yang banyak dipuji karena keberhasilannya mempraktekan teori pemasaran gerilya dalam upaya memenangkan persaingan. Ia berpendapat bahwa Gimmicks adalah rencana atau cara-cara yang tidak mahal dalam memenangkan persaingan, yang intinya pertama, memenangkan persaingan melalui sesuatu dengan cara “menarik perhatian” seperti menjual dengan cara-cara yang sangat berbeda dengan pesaing. Misalnya, sebelumnya Campina menjual ice creamnya melalui gerai-gerai tertentu, setelah pesaingnya, yaitu Walls melakukan penjualan dengan cara berbeda dan menarik perhatian, didistribusikan dengan cara berkeliling, Campina mengikuti. Ice cream Walls sebenarnya telah melakukan Gimmicks yaitu menjual dengan cara yang berbeda dan menarik perhatian konsumen dengan menggunakan Jinggle song.
Kedua, memenangkan persaingan melalui kemampuan kreatifitas. Ini adalah poin yang selalu dilakukan oleh produk-produk pionir. Produk-produk yang muncul terlebih dahulu, misalnya obat batuk Komix milik Bintang Toejoe dalam kemas sachet begitu pula dengan Extra-joss adalah hasil kreatifitas yang memunculkan biaya rendah dibanding produk lain sejenis. Ketiga, tidak mahal namun efektif. Pada urutan yang ketiga ini sangat berhubungan erat dengan distribusi. Kalau produk sudah berbeda dan berharga murah dibanding pesaing, menyusun sales force dengan aktivitas “kunjungan tinggi” ke pelanggan adalah suatu cara mendistribusikan produk dengan biaya tidak mahal. Misalnya poduk bedak MBK, obat gosok merk Tawon, dan banyak lagi produk yang dikemas dengan cara tradisional, omzetnya mencapai milyaran rupiah hanya dengan mengandalkan pendistribusian produk menggunakan kunci SCP ( spreading, coverage & penetration) secara maksimal melalui aktivitas kujungan sales force ke seluruh saluran distribusi.
Kehebatan Gimmicks anjuran Jay Conrad Levinson tidak murni hanya dilakukan oleh perusahaan dengan modal pas-pasan, sebaliknya perusahaan dengan modal besar, terutama perusahaan multinasional telah melakukan anjuran ini. Mengapa Unilever, Wing Surya, Coca cola dan P&G menyarankan sales force-nya memiliki efektif call (pelanggan yang membeli) rata-rata 25 outlet perhari dalam kunjungannya, tujuan utamanya adalah selain memaksimalkan coverage di area distribusi adalah meningkatkan penjualan yang mirip dengan cara gerilya. Demikian pula dengan suatu perusahaan yang memiliki produk baru dengan kriteria produk yang berbeda, inovatif dan kreatif, menekan biaya serendah mungkin dalam melakukan distribusi serta promosi dengan cara-cara unik pada dasarnya produsen tersebut telah melaksanakan Gimmicks . Bukankah hal ini smart distribution and promotion?@@@