- 19/02/2025
- Posted by: manager
- Category: Human Recources Management (HRM)

Sebagai seorang karyawan, hak untuk mendapatkan cuti adalah bagian dari kesejahteraan yang harus diperoleh sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Selain mendapatkan gaji atas pekerjaan yang dilakukan, karyawan juga berhak untuk mendapatkan waktu istirahat agar dapat memulihkan kondisi fisik dan mental. Hal ini telah diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 dan Undang-Undang Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020. Cuti bukan hanya soal hak untuk beristirahat, tetapi juga merupakan bagian penting dari upaya menjaga produktivitas dan kesehatan jangka panjang.
Namun, sebelum mengajukan cuti, penting bagi setiap karyawan untuk memahami dengan baik jenis-jenis cuti yang tersedia, hak yang dimiliki, serta prosedur yang harus diikuti agar pengajuan cuti dapat diproses dengan lancar. Artikel ini akan membahas berbagai jenis cuti yang bisa kamu manfaatkan, beserta aturan dan hak yang perlu dipahami.

1. Cuti Tahunan
Cuti tahunan merupakan jenis cuti yang wajib diberikan kepada karyawan setelah bekerja selama 12 bulan berturut-turut di perusahaan. Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, cuti tahunan diberikan minimal 12 hari dalam setahun. Perusahaan memiliki kewajiban untuk memberikan cuti ini kepada karyawan tetap maupun kontrak, selama masa kerja telah mencapai satu tahun.
Namun, perlu diperhatikan bahwa jika seorang karyawan baru bergabung di perusahaan, ia tidak bisa langsung mengajukan cuti tahunan sebelum menyelesaikan masa kerja selama 12 bulan. Setiap karyawan harus memastikan jumlah sisa cuti tahunan mereka sebelum mengajukan permohonan.
2. Cuti Sakit
Cuti sakit berbeda dari cuti tahunan. Ketika seorang karyawan sakit, ia berhak untuk tidak masuk kerja tanpa harus mengurangi jatah cuti tahunan yang dimilikinya. Untuk mengajukan cuti sakit, karyawan umumnya harus melampirkan surat keterangan dari dokter.
Penting untuk diketahui bahwa meski karyawan berhak atas cuti sakit, perusahaan juga wajib memberikan upah sesuai dengan ketentuan. Berdasarkan Pasal 93 Ayat (3) UU Ketenagakerjaan, perusahaan wajib membayar upah penuh selama 4 bulan pertama cuti sakit, dan persentase upah akan berkurang seiring dengan lamanya cuti.
3. Cuti Melahirkan
Perusahaan diwajibkan untuk memberikan waktu cuti melahirkan kepada karyawan perempuan yang sedang hamil. Cuti melahirkan ini diberikan selama 1,5 bulan sebelum kelahiran dan 1,5 bulan setelah melahirkan, dengan total cuti mencapai 3 bulan. Hal ini diatur dalam Pasal 82 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan.
Jika seorang pekerja perempuan mengalami keguguran, ia juga berhak mendapatkan cuti untuk masa pemulihan sesuai dengan rekomendasi dokter.
4. Cuti Bersalin untuk Ayah
Tidak hanya ibu yang melahirkan, ayah juga berhak mendapatkan cuti untuk menemani istri yang melahirkan. Dalam Pasal 93 Ayat (4) UU Ketenagakerjaan, pekerja laki-laki berhak atas cuti selama dua hari saat istri melahirkan atau mengalami keguguran. Cuti ini juga diberikan dengan upah penuh selama masa tersebut.
5. Cuti Menikah
Karyawan yang hendak menikah juga berhak mendapatkan cuti khusus. Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, karyawan yang akan menikah berhak atas cuti selama 3 hari. Selain itu, karyawan yang menikahkan anaknya juga berhak mendapatkan cuti selama 2 hari.
6. Cuti Kematian Keluarga
Ketika anggota keluarga meninggal dunia, karyawan berhak mengambil cuti untuk berduka. Menurut Pasal 93 Ayat (4) UU Ketenagakerjaan, karyawan berhak atas cuti selama 2 hari apabila suami/istri, anak, menantu, orang tua, atau mertua meninggal dunia. Sementara itu, jika ada anggota keluarga lain yang meninggal, karyawan berhak mendapatkan cuti 1 hari.
7. Cuti Besar
Setelah bekerja selama 6 tahun berturut-turut, karyawan berhak mendapatkan cuti besar atau istirahat panjang. Cuti besar ini diberikan minimal selama dua bulan, yang dibagi menjadi satu bulan pada tahun ke-7 dan satu bulan pada tahun ke-8. Cuti besar ini hanya berlaku setiap kelipatan 6 tahun masa kerja dan memberikan kesempatan kepada karyawan untuk beristirahat lebih lama setelah bekerja dalam jangka waktu yang panjang.

8. Cuti Haji dan Umrah
Bagi karyawan yang beragama Islam dan berniat untuk melaksanakan ibadah haji, mereka berhak untuk mengajukan cuti haji sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015, cuti haji diberikan sekali selama karyawan bekerja di perusahaan, dengan maksimal durasi 50 hari. Selama cuti haji, karyawan tetap berhak menerima gaji penuh.
Namun, untuk ibadah umrah, tidak ada ketentuan khusus yang mengatur cuti untuk keperluan ini. Karyawan yang ingin melaksanakan umrah dapat memanfaatkan cuti tahunan mereka, asalkan masih memiliki sisa cuti yang mencukupi.
Prosedur Pengajuan Cuti yang Benar
Sebelum mengajukan cuti, pastikan kamu mengikuti prosedur yang ditetapkan perusahaan. Umumnya, prosedur pengajuan cuti melibatkan langkah-langkah seperti menentukan jenis cuti, mengisi formulir pengajuan, dan mendapat persetujuan dari atasan. Pastikan kamu juga memberi tahu rekan kerja yang akan mengambil alih tugasmu selama cuti.
Kesimpulan
Mengambil cuti adalah hak yang harus dihargai baik oleh karyawan maupun perusahaan. Pemahaman yang baik mengenai hak cuti ini akan membantu karyawan untuk mengelola waktu istirahat secara efektif, sehingga bisa meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan. Jika kamu membutuhkan bantuan mengenai manajemen SDM perusahaan, jangan ragu untuk menghubungi kami melalui WhatsApp di 0818521172. Kami siap membantu!